Medan.top – Striker Leicester City, Jamie Vardy, akhirnya dinobatkan sebagai pemain tersubur di ajang Liga Premier dengan menerima piala Golden Boot atau Sepatu Emas.
Gelar ini merupakan yang pertama dalam karirnya. Sepanjang musim 2019/20 di Liga Premier, pemain tim nasional Inggris ini telah menjaringkan 23 gol.
Penghargaan Golden Boot menjadi kebanggan tersendiri sekaligus penghibur setelah Vardy gagal membawa timnya ke zona Liga Champions.
Leicester City kalah 0-2 dari Manchester United dalam laga penutup musim yang berlangsung Minggu (26/7/2020) malam WIB. Kekalahan itu membuat Leicester hanya mampu bertengger di posisi ke-5 klasemen
Jamie Vardy dinobatkan sebagai top scorer dan berhak meraih Golden Boot setelah mengalahkan raihan gol Pierre-Emerick Aubameyang (Arsenal) dan Danny Ings (Southampton).
Aubameyang dan Ings sama-sama mencetak 22 gol. Sementara posisi keempat ditempati oleh Raheem Sterling (20 gol) dan Mohamed Salah (19 gol).
Bagi Vardy, menjadi top scorer musim ini merupakan pencapaian yang luar biasa, mengingat ia 10 tahun yang lalu masih bermain di liga amatir.
Dikutip dari Sky Sports, Vardy tercatat sebagai top scorer tertua dalam sejarah Liga Premier dengan usia 33 tahun. Ia mengalahkan Didier Drogba (32 tahun) di musim 2009/10.
⚽️ At 33, Jamie Vardy becomes the oldest player to win the @premierleague Golden Boot – previously Didier Drogba (32) in 2009-10
Harry Kane is the only other Englishman to be PL top scorer since 2000 pic.twitter.com/jpltWP7OZq
— Sky Sports Statto (@SkySportsStatto) July 26, 2020
Akan berusaha lebih baik di musim mendatang
Gelar top skor ini juga melengkapi capaian Vardy di Premier League yang sebelumnya pernah mengantarkan Leicester menjadi juara sekaligus dinobatkan sebagai pemain terbaik pada 2015/2016.
“Saya bahagia sekali. Tetapi semuanya adalah tentang tim,” ujar Jamie Vardy kepada Sky Sports usai menerima piala Golden Boot. “Saya tak akan mungkin bisa berada di posisi ini jika bukan karena mereka (tim).”
Ketika ditanya bagaimana perasaannya saat dinobatkan sebagai top scorer tertua dalam sejarah Liga Premier, ia menjawab usia tua tak akan menghentikannya.
“Saya tak merasa tua. Dan mudah-mudahan saya tak akan mengalami banyak cedera dan saya akan berusaha kembali lebih kuat tahun depan,” ujarnya optimis.
Pelatih Leicester City, Brendan Rodgers, juga merasa bangga atas usaha dan pencapaian yang diraih oleh anak asuhnya itu. “Ini merupakan pencapaian individu yang luar biasa. Kami tidak akan berada di posisi ini tanpa kualitas dan golnya,” ujar mantan pelatih Liverpool itu tentang Vardy kepada BBC.
“ia menikmati kerja kerasnya, memiliki mental dan kualitas yang luar biasa. Ini merupakan penghargaan yang sangat besar dan kami semua bahagia untuknya.”
Congratulations to @vardy7
Your @CadburyUK Golden Boot winner for 2019/20!
👏👏👏 pic.twitter.com/mkKo7jCWJh
— Premier League (@premierleague) July 26, 2020
Tidak ada kata terlambat
Raihan ini terasa luar biasa karena Vardy bisa dibilang telat bersinar. Ia baru merasakan merumput di Premier League pada 2014/2015 saat usianya sudah 27 tahun.
Vardy pernah terbuang dari akademi Sheffield Wednesday. Ia kemudian bergabung dengan Stocksbridge Park Steels FC yang bermain di divisi tujuh.
Ia bermain di liga itu dari tahun 2007-2010 dan hanya digaji 30 pounds (sekitar Rp560.000) per pertandingan. Ia juga harus juga bekerja sebagai buruh di pabrik serat karbon untuk menyambung hidup. Dari Stocksbridge Park Steels FC, ia berpetualang di tim-tim di divisi bawah semacam Halifax dan Fleetwood Town.
Barulah di tahun 2012, Leicester yang masih berkutat di Championship Division datang untuk meminangnya. Si Rubah kemudian mengubah nasib Vardy untuk berada di puncak karir hingga saat ini.
Pepatah “tidak ada kata terlambat” tampaknya dipegang teguh oleh Vardy. Ia bersyukur masih sangat bugar di usia 33 tahun dan bisa meraih gelar top skor Premier League. (Sky Sports/BBC/AW)