Medan.top – Berdagang ternyata tidak menjamin nasib seseorang bisa lebih baik. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini, di mana pedagang justru menjadi salah satu pekerjaan yang paling terimbas.
Ini diketahui saat tim Relawan Bobby Nasution (Re-Born) menggelar jemput aspirasi ke Pasar Halat dan Pasar Bakti, Kamis (25/9/2020).
Ketua Umum Re-Born, Suwarno menjelaskan di kesempatan itu mereka bertemu dengan Halimah, penjual sendal di Pasar Halat Medan.
Halimah bercerita mengalami titik terendah selama menjalani hidup sebagai pedagang.
Kepada tim Re-Born, salah satu relawan Bobby Nasution-Aulia Rahman, janda satu anak ini mengeluhkan nasibnya.
Sambil terbata menahan tangis, wanita ini bertutur sepanjang hari baru memperoleh Rp 65 ribu. Padahal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia harus memperoleh uang Rp 75 ribu.
“Apalagi hari ini, saya harus membayar tagihan rekening air sebesar Rp150 ribu. Dari mana saya mencari kekurangannya. Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan makan saya dan anak,” ujar Halimah yang sudah empat tahun lebih hidup menjanda.Kondisi seperti ini sudah dialaminya sejak pandemi Covid-19 melanda. Sebelumnya, Halimah mengaku, masih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, meski tidak berlebihan.
Belum Tersentuh Bantuan dari Pemerintah
Sejauh ini, Halimah belum tersentuh bantuan apapun dari pemerintah, karena dia tidak bisa mengurus persyaratannya.
“Sampai saat ini satu pun bantuan dari pemerintah belum pernah saya nikmati. Saya nggak mungkin meninggalkan dagangan saya untuk mengurus persyaratan agar mendapat bantuan dari pemerintah. Kalau saya tinggalkan sehari saja, alamat anak saya tidak makan. Sementara tetangga saya yang lebih mampu ada yang dapat. Saya tidak tahu entah seperti apa Pemko Medan mendata warganya,” keluhnya.
Jemput Aspirasi, Pedagang Minta Perhatian Pemerintah
Halimah tidak sendirian. Nasib nyaris sama dialami oleh Murniati. Wanita 57 tahun ini harus berpacu dengan kondisi tubuhnya demi menghidupi keluarga. Suami yang tak lagi mampu berbuat akibat didera berbagai penyakit.
Murniati sendiri sebenarnya sudah dibekap penyakit rematik. Namun nyeri berkepanjangan di kaki harus dikalahkannya agar anak-anaknya bisa makan.
“Setiap hari saya harus keliling. Berangkat dari rumah di Jalan HM Joni ke Jalan AR Hakim dan Jalan Halat, hingga keliling ke Pasar Halat Medan,” ujarnya.
Murni, demikian sapaan wanita ini, nggak tahu sampai kapan dia bisa bertahan seperti ini. Yang pasti Murni harus terus berjuang, agar dia bisa tetap menempati rumah sewa dan keluarganya bisa makan.
“Meski hari ini baru dua pasang kaos kaki yang laku, saya tidak boleh menyerah. Itulah perjuangan hidup sembari berharap pemimpin Kota Medan ke depan lebih peduli dengan orang-orang seperti kami,” ujarnya.
Kepada tim Re-Born, keduanya berharap pemimpin Kota Medan ke depan lebih memperhatikan nasib pedagang seperti mereka.
“Masih banyak orang-orang seperti kami. Tapi garis hidup sepertinya tak pernah memihak kami. Kami berharap pemimpin Kota Medan ke depan, bisa lebih berpihak kepada orang-orang seperti kami. Yang bisa mengangkat nasib pedagang sehingga bisa hidup lebih layak. Karena kamilah sebenarnya pengawal perekonomian Kota Medan. Kalau nasib kami, para pedagang terpuruk, maka terpuruklah perekonomian suatu daerah,” harapnya.