Medan.top – Stimulus Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya membuat pasar keuangan global dibanjiri oleh likuiditas US Dolar, dan membuat harga emas naik. Namun kondisinya saat ini berbalik. Stimulus fiskal sebanyak Rp 27 triliun di AS berpeluang membuat harga emas turun dalam jangka panjang.
Ekonom Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin menjelaskan persoalan turunnya harga emas ini bukan di stimulus. Tetapi masalahnya ada di inflasi. Inflasi yang terjadi di AS menunjukan ekonomi AS tengah mengalami ekspansi. Data ekonomi yang muncul belakangan ini juga cukup optimis dalam menopang kinerja ekonomi AS dalam jangka panjang.
“Data inflasi, ketenagakerjaan, pengangguran hingga data ekonomi lain membuktikan pemulihan mulai terlihat,” terangnya, Jumat (12/3/2021).
Harga Emas Akan Kian Terpuruk
Kata dia, data ekonomi yang cukup solid tersebut berpeluang menekan kinerja harga emas. Harga emas yang saat ini masih berkutat di kisaran $ 1.700 per ons troy berpeluang untuk mengalami penurunan dalam jangka panjang. Dan jika stimulus jumbo yang digelontorkan saat ini justru memicu inflasi. “Maka besar kemungkinan emas akan kian terpuruk lagi nantinya,” terangnya.
Gunawan mengungkapkan tren permintaan US Dolar berpeluang meningkat nantinya. Seiring dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat itu sendiri. Dan jika dibarengi dengan pengendalian pandemi Covid-19, serta membaiknya hubungan dagang dua negara besar seperti AS dan China. Maka emas akan semakin terpuruk. “Jadi sebaiknya berhati-hati untuk berinvestasi emas di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang mulai terlihat saat ini,” ucap Gunawan Benjamin.
“Saya melihat harga emas berpeluang untuk turun dalam rentang $ 1.200 hingga $ 1.500 per ons troy. Dan berpeluang bertahan rendah dalam jangka panjang. Saya melihat emas akan sulit naik setidaknya dalam kurun waktu 3 tahun yang akan datang, dengan meletakkan dasar asumsi kinerja ekonomi yang seperti saya sebutkan sebelumnya,” terang dosen UISU ini.